BALAI PELINDUNGAN TANAMAN PERKEBUNAN PONTIANAK
DIREKTORAT JENDERAL PERKEBUNAN

Serangan Wereng Pucuk Kopi (Sanurus indecora Jacobi ): Tantangan Bagi Petani Kopi Desa Punggur Kecil, Punggur, Kubu Raya, Kalimantan Barat

Diposting     Selasa, 16 September 2025 04:09 pm    Oleh    Admin Balai Pontianak



Oleh: Sania Ronauly Siahaan (CPOPT Pemula)

Kopi (Coffea sp.) merupakan salah satu komoditas perkebunan yang terdapat di Kalimantan Barat. Perkebunan kopi banyak dijumpai di Kabupaten Kubu Raya, Sambas, Ketapang, Landak, serta hampir di seluruh kabupaten lainnya, di mana petani umumnya membudidayakan kopi di pekarangan maupun halaman rumah (Utomo, 2014).

Tanaman kopi di Kalimantan Barat umumnya dibudidayakan dalam skala kecil oleh petani, baik di pekarangan maupun di lahan yang terbatas. Hasil panen biasanya diolah menjadi kopi bubuk dan dipasarkan di pasar tradisional maupun dikonsumsi sendiri oleh masyarakat. Wali Kota Pontianak Edi Rusdi Kamtono, melalui berita Antara Kalbar mengatakan bahwa jumlah warung kopi di Kota Pontianak diperkirakan mencapai 800 dengan konsumsi kopi rata-rata per hari mencapai 500 kg dan 90 persen didatangkan dari luar Kalimantan Barat.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Kalimantan Barat No. 159 Tahun 2021 tentang Perubahan Lampiran Peraturan Gubernur No. 28 Tahun 2020 tentang Rencana Umum Pembangunan Perkebunan Berkelanjutan, kopi termasuk salah satu komoditas perkebunan unggulan di Kalimantan Barat bersama-sama dengan lima komoditas perkebunan lainnya, yaitu kelapa sawit, kelapa dalam, kakao, karet dan lada.

Pada bulan Agustus 2025, Balai Pelindungan Tanaman Perkebunan (BPTP) Pontianak mendapat laporan bahwa di Desa Punggur Kecil, Kecamatan Sungai Kakap, Kabupaten Kubu Raya, telah terjadi serangan hama wereng pucuk pada tanaman kopi milik petani. Wereng pucuk tersebut menyerang pada daun, cabang dan batang tanaman kopi.

Hama wereng pucuk (Sanurus indecora Jacobi) pada awalnya sejatinya tidak termasuk dalam OPT utama pada kopi dan lebih dikenal sebagai hama utama pada tanaman jambu mete di daerah Nusa Tenggara. Meskipun demikian, wereng pucuk dikenal memiliki kisaran tanaman inang yg cukup luas antara lain mangga, belimbing, sirsak, jambu biji, rambutan, jeruk, kopi dan lain-lain. Menurut Rita Harni dkk. (2018) wereng pucuk S. indecora dapat menyerang kopi Arabika maupun Kopi Robusta tetapi lebih cenderung menyukai kopi Arabika.

Siklus hidup wereng pucuk mengalami metamorfosis tidak sempurna (hemimetabola), yaitu melalui tahap telur–nimfa–imago. Telur berwarna putih, diletakkan secara berderet (2–6 baris) di permukaan bawah daun, tangkai daun, tulang daun, atau tunas muda. Nimfa berwarna krem, dan ditutupi lapisan lilin putih yang lengket. Pada fase hidup imago, wereng pucuk memiliki sayap dan ditandai oleh garis berwarna jingga. Saat istirahat, sayap dilipat seperti tenda dan jika direntangkan lebarnya mencapai sekitar 30–35 mm. Perkembangan wereng pucuk ini akan lambat pada musim penghujan sehingga populasinya biasanya ditemukan lebih sedikit bila dibandingkan pada musim kemarau (Rita Harni dkk., 2015).

Hama S. indecora dapat menyerang menyerang daun dan batang tanaman. Pada daun serangan lebih banyak ditemukan di permukaan bawah, terutama fase nimfa, dan tampak nimfa tertutup dengan lapisan lilin tebal, menyelimuti tanaman sehingga bagian yang terserang seperti tertutup kapas. Pada fase nimfa dan imago hama aktif makan. Wereng pucuk menusuk dan mengisap cairan tanaman. Bagian tanaman yang terserang akan terhambat pertumbuhannya, tunas mengalami malformasi, rontok, atau mati (Rita Harni dkk., 2015).

Sudarmo (2025) dan Dinas Perkebunan Kalimantan Barat (2021) mengatakan bahwa faktor ledakan populasi wereng pucuk sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan dan pengelolaan agroekosistem, antara lain:

  1. Perubahan Iklim (curah hujan tinggi). Kelembapan yang tinggi akibat curah hujan memengaruhi dinamika populasi wereng pucuk. Perkembangan wereng pucuk ini akan lambat pada musim penghujan sehingga populasinya biasanya ditemukan lebih sedikit bila dibandingkan pada musim kemarau.
  2. Penggunaan Insektisida yang Tidak Tepat. Pemakaian insektisida kimia secara berlebihan atau dengan dosis dan jenis yang tidak sesuai justru mempercepat resistensi hama. Selain itu, penggunaan insektisida yang tidak selektif dapat membunuh musuh alami, sehingga hama wereng pucuk lebih leluasa berkembang biak tanpa adanya tekanan dari faktor pengendali alami.
  3. Ketiadaan Musuh Alami. Wereng pucuk pada kondisi normal biasanya dikendalikan oleh predator maupun parasitoid. Namun, hilangnya keberadaan musuh alami, baik karena perubahan habitat maupun akibat aplikasi pestisid menjadi faktor penting yang memicu ledakan populasi di lapangan.
  4. Sanitasi Kebun yang Buruk. Kebun yang tidak terkelola dengan baik, misalnya banyak gulma, sisa ranting, dan daun yang tidak dibersihkan, cenderung menyediakan tempat bersembunyi dan berkembang biak bagi wereng pucuk. Kurangnya praktik sanitasi juga menyebabkan siklus hama berlangsung lebih lama di area kebun.
  5. Sistem Tanam Rapat. Jarak tanam kopi yang terlalu rapat mengurangi sirkulasi udara dan meningkatkan kelembapan mikro di sekitar kanopi tanaman. Kondisi ini menciptakan lingkungan yang ideal untuk pertumbuhan populasi wereng pucuk, serta mempercepat penyebarannya dari satu tanaman ke tanaman lain.

Pengendalian hama wereng pucuk pada kopi dapat dilakukan dengan menerapkan sistem Pengelolaan Hama Terpadu (PHT). Upaya pencegahan dimulai dari aspek budidaya, yaitu dengan menjaga sanitasi kebun, memangkas cabang yang terlalu rimbun, serta mengatur jarak tanam agar sirkulasi udara lebih baik dan kelembapan tidak terlalu tinggi. Secara mekanis, petani dapat melakukan pemangkasan daun atau cabang yang terserang berat, serta memasang perangkap kuning untuk memantau dan menekan populasi imago wereng pucuk. Pendekatan hayati juga menjadi bagian penting, misalnya dengan memanfaatkan musuh alami seperti predator serangga atau mengintroduksi jamur entomopatogen Synnematium sp. dan parasitoid telur Aphanomerus sp. (Hymenoptera) juga dapat dilakukan untuk menekan perkembangan hama secara alami. Pemanfaatan musuh alami untuk menekan perkembangan hama wereng pucuk juga dapat diterapkan, adapun contoh musuh alami seperti laba-laba dan Chrysopa. Penggunaan insektisida kimia hanya dianjurkan bila populasi telah melewati ambang kendali, itupun dengan dosis yang tepat, jenis yang selektif, serta penerapan rotasi bahan aktif untuk mencegah resistensi. Seluruh kegiatan tersebut perlu diimbangi dengan monitoring rutin melalui pengamatan populasi wereng pucuk dan intensitas serangan di lapangan, sehingga tindakan pengendalian dapat dilakukan secara tepat waktu dan efektif. Dengan penerapan PHT, diharapkan serangan wereng pucuk dapat ditekan tanpa merusak keseimbangan ekosistem, sekaligus menjaga keberlanjutan produksi kopi.

Oleh karena itu serangan wereng pucuk pada kopi di Desa Punggur Kecil telah menjadi ancaman serius karena mampu menurunkan pertumbuhan dan produktivitas tanaman akibat serangan pada daun muda yang menyebabkan klorosis dan gugur daun. Pengendalian hama perlu dilakukan dengan pendekatan PHT melalui sanitasi kebun, pemanfaatan musuh alami, serta penggunaan insektisida secara bijak agar serangan dapat ditekan dan produksi kopi tetap berkelanjutan.

Daftar Pustaka

Dinas Perkebunan Kalimantan Barat. (2021). Laporan Monitoring Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Perkebunan. Pontianak: Dinas Perkebunan Provinsi Kalimantan Barat.

Rita Harni, Samsudin, Widi Amaria, Gusti Indriati, Funny Soesanthy, Khaerati, Efi Taufiq, Abdul Muis Hasibuan, Arlia Dwi Hapsari. 2015. Teknologi Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Kopi. Indonesian Agency For Agricultural Research and Development (IAARD) Press.

Utomo, Rudy Setyo. (2014). Kelayakan Industri Kopi di Provinsi Kalimantan Barat. Jurnal Bina Praja 6 (3): 205–212.


Bagikan Artikel Ini