POTENSI PARASITOID TELUR SEBAGAI AGEN PENGENDALI HAYATI ALAMIAH HAMA WERENG PUCUK SANURUS SP PADA TANAMAN KOPI
Diposting Sabtu, 25 Oktober 2025 04:10 pmOleh :
- Erlan Ardiana Rismansyah, S.P (POPT Ahli Muda)
- Maudiyani Yurnanti, S.P (POPT Ahli Pertama)
Wereng pucuk Sanurus sp merupakan hama yang diketahui baru menyerang pada tanaman kopi di Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya. Serangan hama ini diperkirakan seluas 5 hektar. Sebelum ini tidak ada informasi wereng pucuk Sanurus sp sebagai hama pada tanaman kopi di Kalimantan Barat. BPTP Pontianak sebagai salah satu UPT Teknis Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Perkebunan di Kalimantan telah terjun untuk melakukan kegiatan pengamatan dan pengendalian terhadap OPT baru ini melalui unit Brigade Pelindungan Tanaman (BPT). Upaya pengendalian yang telah dilakukan secara nyata hingga saat ini baru dalam bentuk pengendalian secara kimiawi serta beberapa rekomendasi teknis perbaikan budidaya kopi. Di sisi lain telah ditemukan pula beberapa musuh alami dari hama ini selama kegiatan pengamatan dan pengendalian wereng pucuk dilaksanakan meliputi beberapa jenis predator seperti belalang sembah (Mantidae), laba-laba predator, semut dan parasitoid telur. Potensi dari musuh-musuh alami ini terhadap wereng pucuk Sanurus sp belum banyak diketahui di Kalimantan Barat termasuk parasitoid telur yang juga ditemukan selama pengambilan sampel dan pengamatan terhadap hama wereng pucuk Sanurus sp.
Mengenal Wereng Pucuk Sanurus sp Pada Tanaman Kopi
Kejadian serangan wereng pucuk Sanurus sp serta kerugian yang ditimbulkannya pada tanaman kopi belum banyak diketahui. Hama ini lebih dikenal serangannya pada tanaman jambu mete terutama di daerah Nusa Tenggara Barat (Supeno et al., 2007).
Wereng pucuk yang menyerang tanaman kopi di Desa Punggur Kecil telah diidentifikasikan sebagai Sanurus spp oleh Laboratorium Identifikasi OPT BPTP Pontianak. Sanurus spp termasuk ke dalam ordo Hemiptera famili Flatidae atau keluarga wereng (planthopper), memiliki tahapan perkembangan hidup tidak sempurna atau hemimetabola yaitu telur, nimfa dan serangga dewasa (imago) (Harni et al., 2015). Telur diletakkan oleh imago betina secara berkelompok dibawah atau diatas permukaan daun, pada pucuk dan tangkai bunga. Koloni telur berwarna putih atau krem, kuning, coklat atau abu-abu kehitaman dan dilapisi serbuk lilin yang mengandung madu dengan jumlah berkisar antara 30-80 butir (Purnayasa, 2003; Wahyono, 2005; Supeno, 2011). Telur berwarna putih bening, berbentuk lonjong, panjang 0,9 – 1,1 mm dengan diameter 0,3 – 0,4 mm (Supeno, 2011). Lama stadia telur adalah 5-9 Hari (Mardiningsih et al., 2004)

Tubuh nimfa berwarna putih kekuningan yang seluruh permukaannya diselimuti dengan lapisan lilin berwarna putih seperti salju. Nimfa hidup secara bergerombol di permukaan bawah daun dan mengeluarkan ekskresi berupa cairan yang lengket dan manis yang dikenal dengan embun madu. Nimfa mengalami perubahan instar beberapa tahap. Pada populasi yang tinggi tanaman terlihat tertutup seperti salju akibat lapisan lilin (Kalshoven, 1981 dalam Supeno, 2011; Siswanto et al, 2003). Menurut Wahyono (2005) Nimfa Sanurus sp terdiri atas enam instar. Lama stadia nimfa instar pertama sampai keenam berturut-turut adalah 6-10 hari, 6-10 hari, 6-10 hari, 6-10 hari, 6-11 hari, dan 5-11 hari atau total masa nimfa adalah 42-49 hari.

Serangga dewasa bila dilihat sekilas seperti kupu-kupu kecil, mirip dengan Lawana candida tetapi ukurannya lebih kecil. Tubuh dan kaki berwarna kuning pucat, warna kepala dan sayap bervariasi, ada yang putih, hijau pucat atau putih kemerahan. Pada kepala terdapat sepasang mata majemuk berwarna coklat gelap. Panjang dari ujung kepala sampai ujung sayap sekitar 8-10 mm (Siswanto et al., 2003). Pada saat istirahat atau hinggap, sayap dilipat menutup tubuh dengan posisi tegak ke bawah seperti tenda, jika direntangkan mencapai 30–35 mm (Harni et al., 2015).

Mardiningsih (2005) dan Siswanto et al (2003) mengatakan bahwa S. indecora memiliki variasi warna, seperti putih dan hijau polos, putih atau hijau dengan kombinasi garis merah di sepanjang tepi tegmen (sayap depan), hijau pucat dan putih kemerahan. Akan tetapi Supeno et al (2009) mengatakan bahwa kedua Sanurus tersebut (yakni warna hijau dan putih) memiliki tekstur tubuh yang berbeda dimana Sanurus warna hijau, tubuhnya keras, sedangkan Sanurus warna putih tubuhnya lebih lembut. Menurut Supeno (2011) Sanurus indecora berwarna putih sedangkan S. flavovenosus berwarna hijau. Rismayani dan Heryanto (2020) mengatakan untuk membedakan antara S. indecora dengan S. flavovenosus dapat dideteksi secara langsung dengan melihat perbedaan warnanya. Spesies S. indecora berwarna putih kecoklatan, S. flavovenosus berwarna hijau dan di sepanjang tepi sayapnya terdapat garis berwarna oranye kecoklatan.
Serangga dewasa wereng pucuk pada kebun kopi di Desa Punggur Kecil ditemukan setidaknya ada tiga macam wereng dengan motif dan warna yang berbeda yaitu Wereng pucuk berwarna putih, wereng pucuk berwarna hijau pucat dan wereng pucuk berwarna hijau cerah. Wereng berwarna putih diduga sebagai Sanurus indecora (A), sementara yang berwarna hijau pucat (B) diduga Sanurus flavovenosus dan wereng yang berwarna hijau cerah diduga merupakan Salurnis sp (C). Adapun identifikasi lanjutan secara lebih mendetil perlu dilakukan untuk memastikan jenis dari wereng tersebut.

Hama wereng pucuk (S. indecora dan S. flavovenosus) merupakan jenis serangga yang bersifat polifag karena mempunyai tanaman inang pada lebih dari satu jenis tanaman semusim dan tahunan Rismayani dan Haryanto, 2020). Beberapa inang dari wereng pucuk ini antara lain tanaman jambu mete, jambu biji, sirsak, jeruk, belimbing dan tanaman mangkokan (Mardiningsih et al., 2004;).
Serangannya pada tanaman jambu mete dapat menyebabkan kehilangan hasil mencapai 57,83% (Mardiningsih et al., 2004). Wiratno et al (2003) dalam Supeno et al (2007) mengatakan bahwa serangan S. indecora menyebabkan penurunan berat 100 gelondong mete dari 544,9 gram menjadi 470,4 gram.
Pada tanaman kopi hama wereng pucuk Sanurus sp dapat menyerang kopi Arabika dan Robusta, tetapi lebih menyukai Arabika. Wereng menyerang baik pada daun, cabang, dan batang tanaman. Pada daun lebih banyak ditemukan di permukaan bawah, terutama fase nimfa, dan tampak nimfa tertutup dengan lapisan lilin tebal, menyelimuti tanaman sehingga bagian yang terserang seperti tertutup kapas. Stadia nimfa dan imago merupakan stadia yang aktif makan. Wereng menusuk dan mengisap cairan tanaman. Bagian tanaman yang terserang menjadi terhambat pertumbuhannya, tunas mengalami malformasi, rontok, atau mati. Kerusakan tanaman dapat bertambah parah jika lapisan lilin tersebut ditumbuhi embun jelaga karena dapat menghambat fotosintesis. Penampakan keseluruhan terlihat kotor, hitam, daun terhambat menjalani fotosintesis. Embun jelaga merupakan salah satu bentuk asosiasi jamur dengan wereng ini. Imago bertengger pada batang dan ranting tanaman, terlihat seperti duri. Jika diganggu, imago bergeser menjauh atau terbang.

Potensi Parasitoid Telur sebagai Musuh Alami dari Wereng Pucuk Pada Tanaman Kopi
Beberapa jenis musuh alami diketahui telah menjadi musuh alami dari wereng pucukdi lapangan dan berpotensi untuk dikembangkan sebagai agens hayati (Syamsudin dan Trisawa, 2011). Musuh alami tersebut antara lain parasitoid telur Aphanomerus sp (Purnayasa, 2003), ngengat parasitoid Epieurybrachys sp (Lepidoptera, Epipyropidae) (Supeno et al., 2007; Supeno, 2009), jamur entomopatogen Synnematium sp (Wikardi et al., 2001; Mardiningsih et al., 2006; Mardiningsih, 2007), dan Hirsutella sp (Siswanto et al., 2003). Musuh alami lain dari golongan predator adalah kumbang Coccinellidae, laba-laba, Chrysopa sp, lalat buas (Asilidae), belalang sembah (Mantidae), belalang pedang (Tettigoniidae) dan semut rang-rang (Siswanto et al., 2003).
Parasitoid Aphanomerus sp dapat memparasit telur Sanurus indecora dengan tingkat parasitasi yang tinggi di laboratorium 83% dan lapangan 93,2%. Perbedaan ini dapat disebabkan oleh lingkungan dan keragaman nutrisi (Purnayasa, 2003). Penelitian Supeno (2011) menyebutkan bahwa wereng pucuk diserang oleh larva Epieurybrachys sp dengan tingkat parasitasi mencapai 20,4% pada populasi 62,9 ekor wereng per ranting di lapangan.
Cendawan Synnematium sp memiliki potensi untuk dikembangkan sebagai agens hayati untuk pengendalian Sanurus sp. Cendawan tersebut dapat menginfeksi telur Sanurus sp umur < 5 hari dan menyebabkan telur tersebut tidak menetas, sedangkan pada telur yang berumur > 4 hari juga terinfeksi namun 3-5% telur masih menetas menjadi nimfa. Kemampuan cendawan terhadap mortalitas imago Sanurus sp sangat tinggi yaitu sampai 100%. Kematian terjadi mulai 4 hari setelah aplikasi dengan kematian berkisar antara 36,7 sampai 75% bergantung pada perlakuan inokulasi. Inokulasi pakan dan serangga menyebabkan tingkat kematian lebih tinggi (Wikardi et al., 2001). Pada konsentrasi 20 gram per liter atau setara dengan konsentrasi spora 1,64 x 108 efektif menurunkan populasi Sanurus sebesar 24,14% (Mardiningsih et al., 2006).
Selama kegiatan pengamatan dan pengendalian hama wereng pucuk pada tanaman kopi di Desa Punggur Kecil telah ditemukan beberapa musuh alami dari wereng pucuk meliputi beberapa jenis predator seperti belalang sembah (Mantidae), laba-laba predator, semut serta parasitoid telur.
Untuk mengetahui tingkat parasitasi dari parasitoid telur yang ditemukan maka dilakukan kegiatan percobaan kecil dengan mengumpulkan telur wereng pucuk dari lapangan dan dipelihara di laboratorium. Kelompok telur hama wereng pucuk Sanurus dari Kebun kopi Desa Punggur Kecil Kecamatan Sungai Kakap Kabupaten Kubu Raya diperoleh sebanyak 41 kelompok telur yang berada di permukaan daun kopi untuk selanjutnya dipelihara di laboratorium. Paket kelompok telur ini ditempatkan di dalam botol plastik transparan, setiap tabung gelas berisi 1 paket kelompok telur dan diamati setiap hari. Botol yang berisi kelompok telur yang keluar parasitoid dan yang tidak keluar parasitoid kemudian dicatat dan ditabulasi jumlahnya. Pengamatan dilaksanakan selama 10 hari mengikuti lama stadia telur dari wereng pucuk.
Setelah 10 hari pengamatan diperoleh 24 kelompok telur yang terparasitasi oleh parasitoid dimana pada wadah botol-botol tersebut ditemukan parasitoid, dan pada botol sisanya (17 botol) tidak ditemukan parasitoid. Dengan demikian data pengamatan menunjukkan tingkat parasitasi alamiah di lapangan oleh parasitoid telur terhadap kelompok telur wereng pucuk pada tanaman kopi di Desa Punggur Kecil mencapai 58,8%. Persentase parasitasi ini lebih rendah dari yang dilaporkan oleh Purnayasa (2003) dimana tingkat parasitasi lapangannya mencapai 93,2% dan di laboratorium sebesar 83%. Faktor iklim dan tindakan pengendalian diduga menjadi penyebab tingkat parasitasi yang diperoleh lebih rendah dari laporan Purnayasa. Kegiatan pengambilan kelompok telur untuk pengamatan tingkat parasitasi ini dilaksanakan pada saat kondisi curah hujan tinggi. Selain itu, pengambilan kelompok telur juga dilaksanakan setelah dilakukan pengendalian secara kimiawi dengan penyemprotan sehingga populasi wereng pucuk telah menurun. Efek samping dari penyemprotan insektisida kimia selain menurunkan populasi wereng pucuk juga dapat mematikan parasitoid.

Hasil pengamatan juga menunjukkan bahwa jumlah parasitoid yang keluar dari setiap botol berbeda-beda dengan kisaran dari hanya 1 parasitoid per botol hingga yang terbanyak 44 ekor parasitoid per botol dan rata-rata per kelompok telur sekitar 15,25 ekor parasitoid. Dalam satu kelompok telur tidak semua telur terparasitasi karena ditemukan pula botol yang berisi parasitoid dan nimfa wereng yang menetas dari telur. Purnayasa (2003) menyatakan satu telur S. indecora hanya diinfestasi oleh satu telur parasitoid Aphanomerus sp. Sifat parasitasi yang demikian disebut single parasitism dan lebih efisien bila dibandingkan dengan multi-parasitism atau super-parasitism, yaitu satu telur inang dapat diinvestasi oleh lebih dari satu telur dari spesies parasitoid yang sama (super-parasitism) maupun yang berbeda (multi-parasitism) (De Bach, 1964; Van de Bosch dan Messenger, 1973 dalam Purnayasa, 2003).
Dalam pengamatan ini tidak dilakukan identifikasi terhadap parasitoid telur yang ditemukan. Meski demikian Purnayasa (2003) dalam penelitiannya telah mengamati parasitoid telur dari Sanurus indecora dan telah mengidentifikasi parasitoid telur tersebut hingga ke tingkat genus. Hasilnya serangga parasitoid yang dimaksud termasuk ke dalam ordo Hymenoptera, superfamili Proctotrupoideae, Famili platygasteridae dan genus Aphanomerus sehingga parasitoid ini sekarang disebut Aphanomerus sp. Di Indonesia parasitoid ini belum banyak diberitakan, namun kelompok dari famili ini kebanyakan merupakan parasitoid serangga puru pada tanaman (Kalshoven, 1981 dalam Purnayasa, 2003). Parasitoid dewasa berukuran panjang sekitar 1 mm dan berwarna merah. Hanya sayang sampai saat ini belum teramati seks-rasio-nya (Purnayasa, 2003).

KESIMPULAN
Dari hasil pengamatan yang telah dilakukan terhadap parasitoid telur dapat disimpulkan bahwa parasitoid telur mempunyai potensi sebagai musuh alami wereng pucuk Sanurus sp pada tanaman kopi dengan tingkat parasitasi alamiahnya mencapai 58,8%.
Referensi :
Bambang Supeno, Pudjianto, Utomo Kartosuwondo. 2007. Wereng Pucuk Mete Sanurus indecora J (Hemiptera, Flatidae) Sebagai Inang Ngengat Parasitoid (Epipyropidae, Lepidoptera) di Pertanaman Mete Pulau Lombok. Jurnal Entomologi Indonesia Volume 4 Nomor 2, September 2007: 98-110
Bambang Supeno, Damayanti Buchori dan Pudjianto. 2010. Kajian wereng pucuk mete Sanurus spp (Hemiptera, Flatidae) di Pertanaman Jambu Mete di Pulau Lombok. Zoo Indonesia, 2010, 20(1): 11-16
Bambang Supeno. 2011. Bioekologi Ngengat Parasitoid (Lepidoptera, Epipytopidae) Pada Wereng Pucuk Mete, Sanurus spp (Hemiptera, Flatidae) di Pertanaman Jambu Mete Pulau Lombok. Disertasi. Institut Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. 2011.
Elna Karmawati. 2006. Peranan Faktor Lingkungan Terhadap Populasi Helopeltis Spp. Dan Sanurus Indecora Pada Jambu Mete. Jurnal Littri 12(4), Desember 2006. Hlm. 129 – 134
I Gusti Nyoman Rai Purnayasa. 2003. Parasitasi Aphanomerus Sp Pada Wereng Pucuk Jambu Mente Sanurus Indecora Jacobi. Jurnal Littri Volume 9 Nomor 1, Mare 2003
Rismayani dan Rubi Heryanto. 2020. Serangan Hama Wereng Pucuk Sanurus Indecora & Sanurus Flavovenosus Pada Sumber Daya Genetik (SDG) Mengkudu (Morinda Citrifolia). Warta Balittro Volume 37 Nomor 74 Tahun 2020
Rita Harni Samsudin Widi Amaria Gusti Indriati Funny Soesanthy Khaerati Efi Taufiq Abdul Muis Hasibuan Arlia Dwi Hapsari. 2015. Teknologi Pengendalian Hama Dan Penyakit Tanaman Kopi. IAARD Press. Jakarta. 78 hlm.
Samsudin dan Iwa Mara Trisawa. 2011. Teknologi Pengendalian Hayati Hama Penghisap Pucuk dan Bunga Pada Jambu Mete. Buletin RISTRI Volume 2 (2), 2011
Siswanto, E. A. Wikardi Wiratno dan E. Karmawati. 2003. Identifikasi Wereng Pucuk Jambu Mete Sanurus indecora dan Beberapa Aspek Biologinya. Jurnal Littri Volume 9 Nomor 4, Desember 2003.
Tri L Mardiningsih, Andi M. Amir, I. M. Trisawa dan I.G.N.R. Purnayasa. 2004. Bioekologi dan Pengaruh Serangan Sanurus indecora Terhadap Kehilangan Hasil Jambu Mete. Jurnal Littri 10(3), September 2004. Hlm. 112-117
Tri Eko Wahyono. 2005. Deskripsi Hama Utama Dan Musuh Alami Pada Tanaman Jambu Mete Di Lombok, Nusa Tenggara Barat. Buletin Teknik Pertanian Vol. 10, Nomor 1, 2005
Tri L. Mardiningsih, Elna Karmawati dan Tri Eko Wahyuno. 2006. Peranan Synnematium Sp Dalam Pengendalian Sanurus Indecora Jacobi (Homoptera, Flatidae). Jurnal Littri Volume 12 Nomor 3, September 2006: 103-108
Tri Lestari Mardiningsih. 2007. Potensi Cendawan Synnematium sp Untuk Mengendalikan Wereng Pucuk Jambu Mete (Sanurus indecora Jacobi). Jurnal Litbang Pertanian, 26(4), 2007
Amrul Jihadi, Bambang Supeno, Ruth Stella Petrunela Thei. 2023. Identifikasi Hama Wereng Pada Tanaman Mangga (Mangifera indica L) di Kabupaten Lombok Utara. Agroteksos, 33 (2), Agustus 2023